Senin, 02 Juni 2014

MY LOVE ONLY YOU FOREVER


MY LOVE ONLY YOU FOREVER


Hujan mengguyur malam itu. Gerombolan orang berseragam hitam mengoyak seisi kontrakanku. Aku tinggal seorang diri. Kedua orangtua ku sudah meninggal. Sejak usia 5 tahun aku diasuh paman dan bibi.
“Hei! Siapa kalian..?!!”
Aku menyeru kepada mereka. Aku berusaha menyelamatkan barang berharga sebisa mungkin. Namun mereka semakin meronta. Seisi kamarku berantakan!. Tv, lemari, meja, kursi, computer,vas bunga semuanya menjadi puing, semuanya!.
“ Sudah……! Jangan lanjutkan lagi! Kalian siapa? Apa salahku?”
Hujan masih gemerincik. Aku melihat bingkai foto orang tuaku retak di sisi meja yang patah. Aku berusaha mengambilnya. Namun orang berwajah sangar itu menyerobotnya dariku. Tanganku berdarah oleh pecahan bingkai, darah mengalir seperti hujan malam itu yang lebat.
“Kalian boleh mengambil apapun dariku! Silahkan hancurkan semua! Asal satu tolong berikan foto orang tuaku!”
Air mata meleleh tak terbendung. Ingin rasanya ku hunuskan belati pada jantung mereka sampai tahu betapa pedih perasaanku kala itu. Tapi aku tak kuasa! Bahkan untuk berdiripun aku tak bisa.
Dari balik pintu, seorang pria memakai jas kulit buatan designer Louis Vuitton menyeru ; “ berikan foto itu…” katanya.
Ia didampingi kedua bodyguard sangar memakai seragam sama seperti para pemberontak itu. Foto orangtuaku pun diberikan padaku. Aku mengharap belas-kasih pada tuan yang berdiri dihadapanku itu…
Setelah foto itu diberikan,ku lihati foto orang tuaku lalu aku mendekap foto itu. Aku ingin bertanya siapa mereka? Tapi tubuhku lemah, aku pun terjatuh dan tak sadarkan diri. Dalam memoriku , ku simpan data kelam ini. Wajah-wajah itu rapih tertera dibenakku, kecuali pria yang merupakan dalang peristiwa itu yang aku tak tahu…
Dalam ketidaksadaranku, aku berdoa semoga paman dan bibi segera datang menyelamatkan aku. Namun semua terlambat!. Rupanya setelah pemberontakan itu mereka mengasingkan aku ke sebuah kota yang tak ku kenal. Aku dibius selama berhari-hari. Setelah aku sadar, aku telah berada dalam kamar “rumah sakit jiwa”. Pertama kali ku buka mata ini, hanyalah gelap menyelimuti. Tangan dan kakiku semua dirantai. Aku menangis, aku meronta, aku menjerit! aku tak tahan dengan alur cerita yang ku jalani. Siapakah yang menghancurkan hidupku?
3 orang juru rawat berlarian ke ruanganku. Mereka mencoba menenangkan rasa dendam yeng membara didadaku.
“Lepaskan! Lepaskan aku! Aku tidak gila!!! Percayalah aku tidak gila…”
Seorang perawat mengambil lakban berukuran besar dan menutup mulutku, setelah itu mereka menyuntikan obat tidur.  Setelah aku reda dan tertidur, mereka meninggalkan aku  dalam suasana temeram yang menakutkan dikamar pesakitan. Aku ingin pulang…
Percayalah, sepinya ruangan rumah sakit jiwa seakan ingin membunuhku! Nafas kehidupan yang masih memihakku seolah berhenti seperti sedang tenggelam. Pernah ku mengira bahwa hidup yang ku jalani tidak adil. Aku menyalahkan tuan-tuan berduit yang mampu membeli segalanya termasuk kebebasan ku!.
Hanya doa yang selalu ku panjatkan. Keyakinan dalam sanubariku berkata “pasti ku temukan jalan!” jika semua orang tidak percaya pada perkataanku, maka suatu hari nanti, pasti akan ada salah satu yang mempercayaiku.
Dua bulan berlalu. Tak ada perubahan signifikan yang ku alami. Semua berjalan seperti pertama kali aku menghuni tempat ini. Paman dan bibiku mencariku kemana-mana namun hasilnya nihil!. Akhirnya mereka pasrah. Merekapun menganggapku telah meninggal dunia. Pusara di samping rumah mereka adalah bukti kepasraan itu…
Bila malam datang, cahaya bulan dan bintang tembus dari jendela kamar. Ku saksikan dengan seksama keindahan dunia luar angkasa, sambil ku kenang masa-masa indahku bersama kekasah, Satria. Senyumannya manis terasa. Tatapan matanya menembus jiwa. Aku benar-benar rindu pada sosok pemuda tampan nun berwibawa itu.
Dadaku sesak menahan rindu. Rindu pada Satria, Rindu pada paman dan bibi, rindu pada dunia bebas!. Kini aku merasa telah kehilangan semuanya. Masa depanku yang dulu berpengharapan kini redup. Aku bertanya pada Tuhan dalam setiap doa ku, apa yang Kau rencanakan, padaku? bagaimana ku lalui suratanMu? Inikah syarat dariMu demi kebahagiaanku? “kuatkan aku, kuatkan!”
Seorang dokter datang memeriksa keadaanku. Ia terlihat tenang sambil sesekali menatap bola mataku. Tampaknya ia mendapati raut kesedihan yang terbenam. Perlahan tangan halusnya membuka lakban dari mulutku...
“Bagaimana keadaanmu?”
Aku tak menjawab pertanyaannya. Aku diam seribu bahasa. Yang ada dalam otakku bahwa mereka menganggapku gila. Lalu ia kembali berkata “bicaralah..”
“Siapa yang mengirimku kesini? kenapa tidak ada seorang pun percaya aku waras? Apa salahku sehingga mereka memenjarakan aku ditempat begitu sepi? Bagaimana keadaan paman dan bibi? Jawab siapa yang mengirimku?”
Dokter bernama Anastasia berparas cantik itu  menelan ludah. Wajahnya masih tenang. Pertanyaan yang ku lontarkan tidak direspon.
“Apakah kau tahu aku waras, dokter?”
Untuk kesekian kalinya ia tidak menjawab. Ia memanggil perawat untuk membuka kaki dan tanganku  yang dirantai. Lalu dokter Anastasia mengajakku jalan-jalan  ke sebuah taman di areal rumah sakit jiwa tersebut. Aku didorongnya menggunakan kursi roda.
Ditaman :
“Anggaplah aku sebagai kakakmu, yara! Pergilah kau ke Amerika!”
Mendengar ucapan dokter Anastasia aku kaget. entah apa maksudnya?.
“Biarkan aku pulang, dokter!” pintaku
“Tidak mungkin!”
“Kenapa tidak mungkin? Aku rindu paman dan bibiku!”
“Kau tidak bisa pulang ke kotamu! Seseorang yang mengirimmu kesini tidak akan membiarkanmu lolos!”
“Tapi siapa orang itu?”
“Aku tidak tahu…”
Lama aku terdiam. Aku bertanya pada diriku sendiri apa yang mesti ku lakukan? Dokter Anastasia meyakinkanku bahwa ia ingin menyelamatkan aku…
“Di Amerika aku mempunyai rumah untuk kau tinggali. Disana kau bisa melanjutkan studymu. Anggaplah aku sebagai kakakmu, sebagai keluargamu! Aku pun tidak mempunyai keluarga, sama sepertimu!. Hiduplah menjadi adikku.
Tuhan, apakah kau mengirim dokter Anastasia sebagai alasanMu atas buah ketabahanku?. Akhirnya ku terima tawaran dr. Anastasia, ku panggil ia “kakak”. Ia berkata bahwa ia akan mencari alasan bagaimana aku bisa hilang dari rumah sakit jiwa itu. Aku pun pergi….
Aku kuliah di New York Medical Collage. Ini memang permintaan kak Anastasia, namun hal tersebut juga bagian dari mimpi besarku. Dulu sebelum aku kuliah dengan jurusan sastra inggris, aku pun menginginkan menjadi dokter. NYMC adalah fakultas kedokteran yang terletak di Valhalla, New York, 13 miles North of New York City.
Aku menjalani rutinitasku sebagai mahasiswa kedokteran di NYMC. Ku habis kan waktuku untuk belajar menjadi yang terbaik. Kadang disela belajarku wajah Satria nampak seperti dihadapan. Entah kapan ia dan aku kan bertemu?. Cinta besar dalam hatiku, kan ku simpan teguh, tak akan ku lupakan, my love only you forever!.
  Sementara, ketika aku disibukkan dengan rutinitasku, Satria belum bisa move on. Dikamarnya ia membuka cin-cin tunangan yang telah ia persiapkan untukku. Malam itu seharusnya ia dataang melamarku namun semua kandas. Hujan yang datang serta penculikan yang terjadi menggagalkan  rencana indah kita.
Satria terlihat depresi. Ia memegangi kepalanya dengan kedua tangan, sambil berpikir apa yang harus dilakukannya? Instrument berjudul first love by Hitada Hikaru menemani kesendiriannya. Tak terasa air mata jatuh diwajahnya, sampai ia tertidur lelap dikamarnya.
Dalam tidurnya ia bermimpi. Kejadian saat ia meminta doa restu kedua orang tuanya terulang. Pada saat itu Satria mengutarakan maksudnya bahwa ia akan melamarku. Ayahnya merespon positive kemauan Satria begitupun dengan ibunya. Ayahnya Satria (tuan Robert) adalah directur utama perusahaan besar yang bergerak dalam bidang perbankan
Mimpi itu berakhir dengan perginya aku ke suatu tempat. Ketika hendak meninggalkannya, ia melihatku bercucuran air mata sambil menyerahkan secarik kertas bertuliskan “I will come back!”. Lalu Satria terbangun.  .


7 tahun berlalu. Antara aku dan Satria sudah bisa menjalani hidup seperti biasa. Perubahan signifikan terjadi pada kami. Aku menjadi seorang ahli bedah. Dan ia menjadi business man. Satria mewarisi perusahaan ayahnya dan kini menjadi orang penting dalam perusahaannya.
Diruang keluarga
Satria : “ ayah, kau memanggilku?”
Tuan Robert : “kemarilah anakku, duduklah”
Satria: (duduk)
Tuan Robert : “terimakasih banyak, berkat kerja kerasmu perusahaan kita berkembang pesat. Kerjasama perusahaan kita dengan perusahaan STAR membuat persahaan kita naik ke posisi teratas”
Satria : “saya melakukan apa yang seharusnya saya lakukan sebagai ahli waris perusahaan ini, ayah.”
Tuan Robert : “ untuk itu anakku, boleh ayah meminta satu hal lagi?”
Satria : “silakan ayah”
Tuan Robert : “menikahlah dengan Abigel!”
Satria : “apapun keinginan ayah akan ku lakukan!”
Satria keluar dari ruang keluarga menuju halaman rumah. Hatinya hambar. Ia teringat akan masa lalu dengan diriku, namun segera ditepisnya. Tiba-tiba handphonenya berdering.., ia mengangkatnya. Rupanya Abigel yang menelepon. Abigel ingin bertemu dengannya…
15 menit kemudian Abigel datang mengendarai FORD merahnya. Ia seorang perempuan yang cantik, memiliki kulit putih dan halus, mata coklat, rambut pirang dan tinggi yang semampai. Abigel telah lama jatuh cinta pada Satria jauh sebelum satria mencintai aku. Mereka berdua duduk ditaman pinggir halaman rumah, sambil memandangi bintang-gemintang. Ada kalanya mereka diam dan tertawa, mereka hanyut dalam malam yang sahdu.
Pukul 23.00
“Pulanglah.., malam sudah larut..” kata Satria
“Baik, aku pulang..”
“Terimakasih telah datang.., terimakasih telah menghiburku!”
Abigel memandangi wajah tampan satria dengan senyum manis. Ia menatap wajah Satria selama 5 detik, kemudian ia mencium pipi Satria dengan begitu mesra.
“Aku akan merindukanmu..” bisik Abigel. Satria membalasnya dengan senyuman.
Malam bertabur bintang hari itu adalah moment bahagia bagi Abigel. Pertama kalinya sejak ia jatuh cinta 10 tahun yang lalu baru kali ini ia dapat menciumnya. Ingin sekali ia flashback mengulang ketika ia menemui wajah satria yang merona. Ia tersenyum sendiri sambil membayangkan betapa menawannya pujaan hatinya.
Jalanan menuju rumahnya gelap gulita. Mati lampu semakin menambah parah kegelapan!. Kucing berkulit hitam keputihan menyebrang jalan. Abigel menginjak pegas seketika, lalu Ia menjerit. Kepalanya terbentur stir mobil, sedangkan dari arah depan mobil bak melintas. Abigel berusaha menghindar. Sorot lampu mobil bak menyilaukan pandangannya. Ia membanting stir ke arah samping, sehingga mobilnya bergulang-guling. Kucing yang tadi melintas kini bagaikan cincangan daging sapi yang akan dibuat baso. Sedangkan mobil bak yang tadi datang hanya miring sedikit, lalu kembali melaju.
Abigel ditinggal sendiri dalam mobil yang terbalik. Mayat kucing hitam berada tepat disisi mobil dengan mata terbelalak. Pukul 02.00 hujan turun. Darah kucing beserta bangkainya menepi. Tak ada kendaraan satu pun melintas. Ayahnya Abigel menelepon Satria, mereka curiga terjadi sesuatu pada Abigel. Para bodyguard dikerahkan…
Satria mengendarai mobilnya sendiri. Ia yang pertama kali yang menemukan jejak Abigel. Potongan kaki kucing yang ia temukan dijalan  menjadi pertanda adanya  suatu hal buruk, ia pun turun dari mobilnya. Dengan lampu senter ia menyoroti jalanan. Ia menemukan mobil Abigel. Selang beberapa waktu kemudian, ayahnya Abigel beserta para bodyguard datang, mereka membawa Abigel ke Rumah sakit.
Cedera yang dialami Abigel cukup parah. Pendarahan dari kepalanya terus mengalir. Abigel mengalami syok berat. Dokter terbaik dikerahkan untuk menyelamatkan Abigel. Ada luka bakar dibeberapa bagian tubuhnya bahkan diwajah cantiknya. Kalau saja hujan malam itu tak datang, mungkin abigel sudah hangus seperti kayu dalam tungku.
Sementara itu kak Anastasia jatuh sakit. Aku begitu khawatir padanya, maka ku putuskan untuk kembali ke Indonesia, gelar sebagai ahli bedah yang ku peroleh dari NYMC menjadikan aku sebagai seseorang yang mampu mensejajarkan diri dengan kalangan atas.
Sesampainya aku di Indonesia, aku pulang ke rumah kak Anastasia. Menurut pembantu, kak Anastasia dirawat dirumah sakit. Ada tumor dipayudarannya.  Aku pun menjenguk kak Anastasia. Setelah itu aku pergi mengunjungi  paman dan bibi. Aku mendatangi kediamannya. Sebelum aku sampai, ada sebuah keributan  di sebuah pasar di dekat rumah mereka. Aku pun membuka kaca jendela mobil, rupanya paman dan bibi yang sedang berseteru dengan salah seorang pelanggannya.
Ku pandangi wajah mereka yang menua. Ada garis dimatanya dan rambutnya mulai memutih. Aku menangis. Sudah lama aku menahan gejolak rindu. Ingin ku hampiri mereka dan ku ceritakan tentang  kehidupan yang telah ku jalani. Aku berjalan pelan sambil ku tatap wajahnya. Bola mataku berkaca-kaca hampir tumpah, sebelum akhirnya ku seka dengan sapu tanganku….  
Perubahan 3600 dariku membuat mereka tidak mengenalku sama sekali. Bibi menawariku beberapa sayuran segar yang baru datang dari tengkulak. Ku pilih-pilih sayuran tersebut. Air mataku tidak sanggup ku kompromi sehingga ia jatuh menitik ditanganku. Bibi memperhatikanku dengan seksama.
“Kau menangis,nona? ” tanya bibi. Aku menggeleng kepala. Bibi terus mengajakku bicara sehingga aku terlihat seperti seorang anak kecil kehilangan ibunya di pasar.
“Ada apa? Nona…,nona…?” tanya bibi lagi. Ku beranikan diri untuk menatap mata bibi, ia pun membalas tatapanku. Air mataku mengalir. Dengan nada terbata-bata ku sebut ia  “bi..bi..”. Bibiku tercengang. Ia mulai merasakan geteran dihatiku. Diselidikinya leherku, dan telah ia temukan tahi lalat itu. Dengan nada tak percaya  bibi menyebut namaku…
 “Ya..ra.., kau kah Yara?” ucap bibi. Aku mengangguk.
Kemudian bibi dan paman membawaku pulang ke rumah. Rumah yang dulu terasa tak asing bagiku. Foto masa SMA bersama mereka masih terpajang diberanda rumah. Bibi menceritakan pencariannya hingga ia mengikhlaskan kepergianku. Dari jendela ia tunjukan pusaraku yang kini telah ditumbuhi bunga-bunga


Seminggu sudah aku di Indonesia. Tumor payudara kak Anastasia telah diangkat. Kak Anastasia memberitahu ku agar tetap berhati-hati terhadap orang-orang yang dulu menganiayaku. Aku menuruti nasihatnya. Pada suatu hari aku bertemu dengan seorang kepala rumah sakit elit di daerah Jakarta. Ia memintaku untuk menangani seorang pasien yang koma akibat kecelakaan. Pasien itu bernama Abigel.
Hari pertama aku bekerja semua pegawai medis menyapaku dengan senyum ramah. Mereka memanggilku dokter Florance. Ketika ku temui Abigel yang terbaring koma, disitu ada Satria. Satria menggenggam tangan Abigel begitu erat seakan ia tak ingin melepaskannya. Aku cemburu.
Satria menunggu Abigel dari pagi hingga menjelang malam. Ku perhatikan dalam sorot matanya ada cinta yang bersemi. Aku hanya ingin melihatnya bahagia, itu saja. Melihat cinta dimata Satria, aku ingin bekerja keras demi kesembuhan Abigal. Meski ia tidak akan menjadi bagian sakral dalam hidupku, tapi cintanya selalu hidup dihatiku.
Aku pun berhasil. Pengobatan yang ku lakukan pada Abigel ternyata sukses. Abigel kembali seperti sedia kala. Aku tidak mengharapkan apapun kecuali kebahagiaan mereka. Perasaan tulus yang ku miliki untuk Satriaku terasa indah…
Setelah Abigel dinyatakan sembuh, mereka mengadakan pesta pernikahan. Satria datang ke rumah bibi dan paman untuk mengundang mereka dalam hajat besarnya. Pernikahan ini akan menjadi perhelatan akbar yang akan berkesan untuk semua kalangan masyarakat.
Ku hadiri pesta tersebut. Ku lihat mereka duduk dikursi pelaminan. Gaun pengantin yang dikenakan Abigel persis seperti gaun yang selama ini ku impikan. Impian setiap wanita adalah memakai gaun penggantin dan bersanding dengan sang si jantung hati.
Aku hanya ingin mereka menjadi keluarga sakinah, mawadah, warohmah. Bukankah jodoh kita sudah tertulis di lauful mahfud? Aku perrcaya Allah akan menyandingkan ku dengan  lelaki baik pilihan hati.Insyallah..
Acara dimulai dengan pembukaan dari seorang pembawa acara terkenal. Semua tamu undangan duduk menghadap stage. Para pelayan dari gedung megah tersebut membawakan hidangan pembuka. Kami menikmati acara sambil makan malam. Setelah itu mempelai menyanyikan lagu romantic, kami bahagia melihat mereka …
Selanjutnya Abigel meraih mikrofon dari sang pembawa acara, ia berkata ;
“Kepada dokter florance, disilahkan untuk menyanyikan sebuah lagu…!  
Tepuk tangan bergemuruh. Aku tersipu malu. Sungguh aku tidak bisa bernyanyi. Aku tersenyum, aku merasa mereka berharap padaku untuk mempersembahkan sebuah lagu. Akh..
 “Apa yang harus aku lakukan?” tanyaku dalam hati.
Ketika melihat piano, akhirnya ku putuskan untuk memainkan instrument berjudul first love by Hitada Hikaru yang selama ini menemani ku sebelum tidur.Aku pun menekan tunes piano dengan lihai. Selama 7 tahun pula  lagu tersebut membawaku nostalgia masa lalu bersama Satria. Satira pun terkesima.
Dalam ingatan Satria, ia terkenang akan diriku. Instrument dari Hitada Hikaru merupakan lagu kesukaan kita berdua, yang menjadi saksi kelabu perjalanan cinta yang mengabu!. Matanya melirik kearahku tajam. Ia memperhatikan penampilanku dari atas hingga bawah, ia mulai berfikir akan sosok dokter florance yang sebenarnya adalah cinta pertamanya yaitu aku. Ia semakain tajam melihatku, air matanya berlinang.
Mulai dari tahi lalai dileherku, suaraku, tatapan mataku dan jas dokter yang ku gantung dirumah bibi pun menjadi tanda tanya besar baginya. Senyumanku kini memenuhi seluruh ruang dibenaknya. Irama piano mengalun indah seindah kenangan kita. Mata kita beradu jadi satu. Dari balik pintu gedung tersebut seseorang memperhatikan aku dan Satria. Ketika aku mencoba memberikan senyuman termanisku pada kedua mempelai, tiba-tiba..
“DORRRRRRR…..!!!!!”
Peluru menikam dadaku. Semua orang berhamburan. Air mata Satria tumpah. Ia berlari kearahku, lalu menyangga tubuhku yang berlumuran darah…
Inikah akhir kisahku? Mencintai Saria adalah bagian terindah dalam hidup. Bukankah setiap pecinta ingin memiliki orang yang dicintai? Kepergianku, pengorbananku, perjuanganku, harapanku, impianku adalah karena satu alasan yaitu AKU CINTA KAMU. Biarlah ku abadikan cinta ini hingga ku temukan cinta abadi disurga nanti…my love only you forever!
Note : salah seorang bodyguard ayahnya Satria yang menembaknya. Ayahnya Satria begitu kaget setelah mengetahui bahwa penembaknya adalah salah seorang anak buahnya yang dulu terlibat dalam penyekapan Yara. Atas kejadian tersebut terkuaklah semua kejahatannya kepada Yara selama bertahun-tahun. Betapa terluka hati Satria mengetahui bahwa selama 7 tahun ayahnya membohongi dirinya dan menyiksa batinnya.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar