Minggu, 19 April 2015

RANJANG PENGANTIN TERAKHIR






Hari sudah malam. Hitam pekat kesunyian memabuk bisu. Semua orang pulang membawa air mata tumpah. Rasa duka cita tersirat hingga menusuk kalbu. Kini sendirilah aku diranjang pengantin terakhir. Gaun putih berselendang bagai sayap kupu-kupu. Aku tak ingin tidur ditempat peristirahatan panjang ini, aku masih ingin meneguk nikmatnya anggur kebahagiaan yang Tuhan karuniakan. Sia-sia!. Ku baca papan diatas pusaraku, namaku tertera beserta lengkap tanggal hari kelahiran dan hari wafatku.
Aku bosan memandangi hitam malam berkabut sepi, kini aku bisa terbang untuk menyinggahi kemana  aku ingin pergi. Bagiku meninggalkan kekasih tercinta adalah sebuah dosa. Kebahagiaan secuil yang ku dapatkan harus diganjar dengan penderitaan akibat perpisahan. Tujuanku yaitu singgasana kekasihku yang kini bertabur duka.
Aku tiba dikamarnya. Aku menjelma bersama udara hingga ia merasakan wanginya melati yang ku bawa. Satria kekasihku duduk dikursi sambil menyaksikan video portable berkisah tentang perjalanan cinta kita. Ya, hanya itu yang dapat ia lakukan untuk melampiaskan hasrat rindunya terhadapku. Air matanya bak lautan pecah, tsunami kehidupan mendung dimatanya! Namun apalah dayaku? Menyentuhnya pun aku tak mampu; sebab aku adalah angin aku adalah penghuni dunia kedua antara ada dan tiada.
Aku duduk disisinya menyaksikan putaran film documenter berdurasi 1 jam 20 menit. Dikursinya, satria hanya diam. Kaset VCD yang ia putar berlatar di SMA sewaktu menjalani masa orientasi.
“Baiklah ade-ade, nama saya satria. Saya adalah ketua OSIS di SMA ini. Senang sekali rasanya saya bisa bertemu dengan ade-ade semuanya….. ”
Disitu, dua orang angggota OSIS sedang melakukan proses shooting pada kegiatan MOS. Mereka mengarahkan kameranya padaku hinga dalam video tersebut wajahku muncul berkali-kali. Terdengar percakapan keduanya membicarakan aku.
“Eh lihat deh, gue berani taruhan cewek ini yang nanti bakal dinobatkan jadi siswi tercantik tahun ini”
“Mana? Mana..? oh.. dia! Saya setuju kalau dia dinobatkan sebagai siswi tercantik tahun ini. Mashallah senyumannya… ”
Pada MOS itulah kita berkenalan. Satria adalah lelaki pertama yang saya kagumi. Meski penampilannya biasa-biasa saja, tapi ada karisma dalam dirinya sehinga aku jatuh cinta. Dan ku pikir status sosial Satria sama sepertiku yaitu anak seorang karyawan biasa. Tapi aku salah, ternyata Satria adalah putra dari  pengusaha terkaya. Beliau adalah atasan ayahku. Singkat cerita kami jadian.
Usai melihat rekaman MOS, rekaman selanjutnya yaitu masa pacaran. Satria membawaku berkeliling area wisata. Berbagai tempat kami kunjungi. Sepeda motor gede kesayangannyalah yang membawa kita ditempat-tempat yang istimewa.
Terik matahari merona, kita berhenti disebuah kios kacamata lalu membeli dua kacamata hitam. Aku dan Satria bak sepasang koboi mencari jalan cinta. Ku kepakan tanganku seperti elang. Sungguh indah kebersamaan hari itu.
Video episode ketiga menggambarkan suasana makan malam dirumahku. Disitu kuperkenakan Satria pada kedua orang tuaku.
“ Ayah, ibu kenalkan ini Satria…” kataku
“Selamat malam mom, tante…” sapa Satria
“ Selamat malam anak muda, kami senang bertemu denganmu.” Kata ayahku yang terlihat menyukai Satria.
 Suatu hari ayahku mengetahui bahwa Satria adalah putra tunggal pak Pratama yaitu atasan ayah sehingga akhirnya ayah menentang hubungan kita.
“Sahara, ayahmu benar sebaiknya kamu tinggalkan satria! Derjat kita berbeda dia adalah putra dari seorang pengusaha terkenal.” Kata ibu.
“ Satria mencintaiku bu! Ia mencintaiku tanpa memandang baahwa aku hanyalah seorang anak buruh biasa. Ia tulus padaku bu percayalah.” Aku meyakinkaan ibu.
“ Ibu tahu, ibu hanya tidak ingin kamu sakit hati. Kita masih belum tahu apakah keluarga besarnya dapat menerimamu? ”
Apa yang diperkirakan kedua orang tuaku ternyata benar. Kedua orang tua Satria tidak merestui kami. Masalah mulai terjadi.
Akhirnya kami memutuskan untuk berpisah saja. Kami ingin saling melupakan satu sama lain. Sementara itu, keputusan tersebut membuat bara api cinta semakin membara. Perpisahan hanya semakin menyulut bara api cinta hingga membakar relung jiwa. Kamipun bercinta kembali.
Butuh waktu yang lama untuk memohon restu kedua orang tua kami. Tahun berganti tahun berlalu, selama itu pula kami berusaha mendapatkan doa restu.
Video itu kini memutar adegan sandiwara saat Satria pura-pura sakit parah. Satria memanage semuanya dengan sangat rapih. Ketika seorang receiptionis memberi kabar kepada kedua orang tua Satria. Mereka shock saat mendatangi rumah sakit tempat Saria terbaring.
“Mah sudah jangan nangis!” pinta Satria
“Kenapa kau tidak mengatakan tentang penyakit yang selama ini kau derita anakku?” isak ibunya.
“ Maaf mah…”
Disitulah Satria meminta restu kepada orang tuanya untuk meminangku. Permintaannya tersebut sebagai permohonan terakhir . sungguh kebohongan yang sempurna!.
Lantas permintaan Satria dikabulkan. Kedua orang tuanya beserta kerabat dekat mendatangi kediamanku untuk meminang. Betapa bahagianya hatiku ketika ayahku menerima lamaran itu. Lalu kami sepakat untuk melaksanakan pesta pertunangan setelah satria sembuh dari penyakit sandiwaranya.
Setelah bertunangan, kami merasa perjuangan kami telah sukses, selangkah lagi kami menuju jenjang pernikahan yang merupakan peristiwa sacral seumur hidup. “hanya kematian yang akan memisahkan cinta kita berdua” janji kita.

Minggu 22 Desember, kala semburat rona senja terpancar bagai kilau permadani, disitulah canda dan tawa merekah. Aku mengembangkan senyuman saat mendengar bahwa pesta pernikahan kami digelar pada akhir bulan. Pada hari itu kami menuju villa dimana keluarga besar berkumpul mengadakan pesta BBQ yang bertujuan untuk mendekatkan antar keluarga.
Dijalan itu lengang, tak ada seorang pun melintas namun entah apa yang terjadi dengan mobil yang kami tumpangi, kami mencium bau bensin. Tiba-tiba mengepul asap dari depan mobil.
“Ada kabel yang konslet!” duga Satria. Lalu ia berusaha menghentikan mobilnya akan tetapi rem mobil tersebut blong sehingga mobil tetap melaju 70 km/jam. Satria memintaku untuk loncat namun sabuk pengaman yang melilit tubuhku mengalami kemacetan. Aku tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menyelamatkan Satria. Akhirnya ku dorong Satria hingga berguling-guling  disemak belikar.  Sedangkan aku terperangkap didalam mobil.
Adegan mobil itu berdentum sungguh dahsat. Aku mati terbakar. Kamera CCTV berbentuk pena adalah bukti peristiwa naas itu.
Dalam kematian ku aku merasa lega karena aku berhasil menyelamatkan kekasih jiwaku. Walau aku telah mati tapi cintaku tetap hidup.
“Berbagai cara telah kami lakoni akan tetapi semua kehendak ada di tangan Tuhan.”
Kini dikursinya Satria tak sadarkan diri. Ingin sekali aku memeluknya erat. Satria tertidur ditemani duka nestapa.
Malam semakin larut, sunyi sepi! Semoga dalam tidurnya ia bermimpi tentang hari yang indah, hari disaat ia menemukan kembali cinta pengganti diriku. Semoga ia segera melupakan aku…
Walaupun aku tidak ingin kembali pada rumah istirahat panjangku namun aku harus tetap terbang untuk pulang dalam pusara yang terukir namaku disanlah selamanya aku tidur. Tanah telah menjadi ranjang pengantin pelipur lara. Aku telah mati…


Tidak ada komentar:

Posting Komentar