Izinkan
ku semai rindu pada angin-angin berlalu-lalang. Dan katakan pada jiwa yang
hidup tentang hakikat cinta yang suci. Dimana para pemetik anggur cinta? yang
menyuguhkan sesaji aneka tuak-tuak memabukan hati dan raga.
Dari
kaca jendela rumah sakit, ku tatap awan berarak. Hari itu langit tampak tak
bersahabat, sepertinya hari akan hujan. Dari halaman rumah sakit, ku lihat
ibuku, Ia tampak sedih dan bingung. Sebenarnya melihat kondisi ibu yang
demikian, aku tak tega. Tapi niat baik ini harus terlaksana. Ini demi
kekasihku. Akan ku donorkan satu bola mata untuk kekasihku, Bima.
Seperti
janji yang telah terukir bahwa kita adalah satu jiwa . Cinta ini harus manjadi
pertama dan yang terakhir. Tak peduli apapun halangan dan rintangan, aku hanya
ingin hidup dan mati bersamanya.
Hujan
akhirnya turun hari itu. Ibu beserta keluargaku sudah sedari tadi masuk menemani.
“Ini hanya operasi kecil, bu!” kata ku.
“Operasi
kecil bagaimana?! Apa kamu tidak merasa kalau matamu akan hilang sebagian?
Penglihatanmu nanti tidak akan sejelas hari ini. Ibu ingin menangis saja
melihat aksi nekatmu! ” ibu tampak sedih.
“ Ini untuk Bima bu! Ibu tau kan Bima itu siapa?.
Bukankah ibu sudah menganggapnya sebagai anak lelaki ibu?”
“
Terserah kamu Dian ! itu sudah menjadi keputusanmu.”
***
Tim
dokter pun datang. seorang perawat melakukan injeksi sebuah antibiotika demi memperlancar proses operasi.
Keluargaku berdo’a dimasjid dekat rumah sakit. Beberapa pembantu dan supir pribadi
orang tuaku pun ikut berdo’a. Selama beberapa jam tim dokter beroperasi, sampai
akhirnya selesai. Opersi berhasil. Kemudian kami menunggu kabar berikutnya
tentang Bima…
Sejak
dua bulan yang lalu, Bima mengeluh padaku soal kelainan yang dirasakan pada
matanya. Sebagai orang terdekatnya, aku merasa prihatin. Apalagi saat ia bilang
kalau dokternya menyarankanya untuk melakukan
operasi. Waktu itu Bima menolak sampai akhirnya menjadi buta. Aku tidak
rela apabila melihat keadaan kekasihku yang seperti itu. Aku pun menawarkannya
satu bola mataku. Ini adalah sebagai bukti rasa cintaku.
Malam
setelah aku melakukan operasi, keluargaku tidur dirumah. Hanya ada seorang
pembantu yang menemaniku. Bi Siti pembantuku
sedang melaksanakan sholat isya. Dalam ketidaksadaranku, aku masih bisa mendengar suara derap kaki seseorang menuju
ruanganku. Sepertinya suara lelaki! ia membisikiku sesuatu. Ingin rasanya aku
terbangun agar aku bisa berbicara
padanya, dan melihat siapa orang itu. Tetapi pengaruh obat bius seakan
memasungku. Rupanya, bi Siti mengetahui
bahwa orang tersebut baru saja
keluar dari ruanganku. Ia pun mengikuti kemana arahnya menuju.
Hari
selanjutnya setelah operasi . Keadaanku terlihat sangat sehat. Keluargaku hadir
semua. Akupun merasa sangat bahagia karena meskipun satu mataku buta, namun aku
masih bisa melihat. Kemudian aku meminta ibu untuk mengantarku dengan kursi
roda menuju kamar Bima. Bima diruangannya masih tertidur. Aku hanya dizinkan
oleh pihak rumah sakit, agar melihatnya hanya melalui kaca. menurut pihak rumah
sakit, Bima tidak boleh dijenguk dari arah yang dekat. Harus ada sekat yang
menghalanginya. Aku pikir mungkin karena sakit yang ia derita sangat parah.
Seorang
suster berjalan menuju kamar sebelah,
aku pun bertanya padanya.
“
Suster, tunggu sebentar! Bisa beritahu saya bagaimana keadaan pasien bernama Bima
Bastian dikamar nomor 2?” tanyaku.
“
Oh, mas Bima ? dia baik-baik saja bu. Jangan khawatir!”
“
Apa operasinya berhasil?” tanyaku lagi.
“
Em.., operasi? Operasi apa?” suster itu merasa aneh.
“
Apa suster tidak tahu kalau mas Bima baru saja melakukan operasi kemarin?
Operasi mata!”
“
Bukankah mas Bima sudah melakukan operasi mata bulan lalu?” celetuk suster yang
polos itu.“
“
Apa? Bukan suster.., dia baru saja melakukannya kemarin.”
“
Oh..,mungkin saya yang keliru!” ucap suster
agak aneh.
Kemudian suster melanjutkan pekerjaannya. Ia menuju
kamar sebelah untuk memeriksa TTV dan
mengganti cairan impus mereka. Aku dan ibu pun
menuju kamar. Aku merebahkan diri ditempat pembaringan. Ibu mengiriskanku buah
apel dan pear, lalu menyuapkannya satu persatu pada mulutku.setelah ibu pamit
pulang, aku hanya ditemani bi Siti. Sepertinya bi Siti sangat iba melihatku.
Ada sebuah teka-teki dimatanya, tapi aku tidak tahu teka-teki apa?.
Bi
Siti memijat kaki dan tanganku. Ia hanya bercerita tentang anak gadisnya
didesa, yang sudah beranjak dewasa. Bi Siti sangat baik terhadap keluargaku.
Dia sudah bekerja dirumahku sejak aku masih balita.
Bi
Siti adalah orang yang soleha, dia bukanlah orang yang suka menyakiti hati
seseorang. Bahkan sebaliknya bi Siti ingin agar ia bisa menyenangkan orang-
orang disampingnya. Tetapi rahasia yang ia pendam merupakan petaka untukku.
Beberapa
hari kemudian, aku diizinkan pulang. Begitu pun dengan Bima.
***
Pagi
yang cerah. Aku menelpon Bima untuk mengajaknya jalan-jalan.
“
Hallo Bima?”
“
Dian? Ada apa sayang?”
“
Apa kamu merasa baikan?”
“
Saya baik-baik saja. Kamu sendiri ?”
“
Saya juga baik. Bagaimana kalau hari ini kita jalan? Pak Rhido bisa mengantar
kita kemanapun kita pergi!”
“
Bagaimana kalau besok? Hari ini saya ada janji dengan teman.”
“
Ok.”
Akhirnya
aku pergi sendiri diantar pak Rhido. Aku menuju Spa. Di Spa itu, aku melihat
mobil Bima parkir disalah satu caffe didekat Spa. Tapi aku mengabaikannya,
karena mungkin itu hanya mobil orang lain. Aku pun memasuki Spa
untuk merelaksasikan seluruh
otot-otot tubuhku.
Setelah
dari Spa aku menuju klinik untuk menebus
obat yang habis. Tapi saat aku hendak pergi, pandangan mataku kabur dan
kepalaku sakit. Aku mersa sakit tersebut sangat kejam. Aku tidak pernah
merasakannya sebelumnya. Disaat sakit yang maha itu, ku lihat Bima sedang
bercanda gurau dengan seorang gadis berkulit putih dan berambut panjang. Ingin
rasanya menghampiri mereka dan ikut bersama gelagak tawa itu. Tapi aku tidak tahan, sungguh sangat sakit.
Bayangan terakhir sebelum aku jatuh pinsan, yaitu tentang kebahagiaan Bima dan
gadis yang ku kira sebagai temannya itu.
“
Neng.., neng Dian! Sadar neng! Apa yang
terjadi?” pak Rhido membangunkan aku.
“
Ada apa pak?” kata tukang ojek.
“
Bang, tolong bang! anak bos saya tiba-tiba pinsan.”
“
Cepat bawa ke rumah sakit pak! Mari saya bantu membopong!”
Mereka
pun membawa aku ke rumah sakit. Dokter pribadi keluargaku datang menjenguk
keadaanku. Dan semua anggota keluarga dibuat khawatir olehku!. Aku mendengar
suara-suara mereka: ayah, ibu, tante,
paman, dan keponakanku. Hanya Bima yang tidak hadir, padahal aku hanya ingin
berada disisinya, mendengar suaranya.
Saat
itu, bi Siti melihat keadaanku dari balik pintu rumah sakit. Airmatanya meleleh
menyaksikan keadaanku. Setelah dari rumah sakit, bi Siti mencari keberadaan
Bima. Ia ingin memberitahu Bima soal keadaanku yang kritis. Sementara, tim
dokter sedang berunding mendiskusikan
untuk mengabil langkah terbaik untukku.
“
Apakah ini dengan keluarga nona Dian?” kata dokter.
“
Iya dok, saya ayahnya.” Jawab ayah.
“
Pak, kami beritahukan pada anda bahwa
mata putri anda terkena infeksi. Penyebabnya masih belum kami ketahui,
yang pasti kami harus melakukan operasi kepada putri anda untuk kedua kali.”
“
Bagaimana ini bisa terjadi dokter! Bukankah pihak rumah sakit sudah memastikan
bahwa putri saya sehat walafiat?” kata ayah.
“
Maaf pak, ini diluar dugaan kami. Dari tinjauan medis, kami sudah melaksanakan
protap yang ada. Kami harap bapak bisa
mengizinkan tim dokter untuk melakukan operasi sekali lagi. Kalau tidak,
infeksi tersebut bisa menjalar ke seluruh tubuh dan membahayakan nyawa putri
anda.”
Disaat
genting, orang tuaku mengambil keputusan. Merekapun menyetujui surat perjanjian
untuk melakukan operasi kedua untukku. Hari itu juga tim dokter bekerja.
Sedangkan Bima sedang berseteru dengan
bi Siti didepen caffe shop tadi.
“
Mas Bima, saya mohon jenguklah neng Dian dirumah sakit!” kata bi Siti.
“
Bibi ini ngomong apa? Saya barusan berbicara lewat telepon dengan Dian. Dia
baik-baik saja tuh!” kata Bima
“
Percayalah mas..”
Anah
(kekasih simpanan Bima ) pun datang. Ia tersenyum menyapa bi Siti.
“
Siapa bibi ini sayang? “ Tanya Anah.
“
Seorang pembantu.” Jawab Bima.
Akhirnya
bi Siti pulang. Ia menuju rumah sakit. Dalam perjalanannya, ia menangis.
Apalagi setelah ia tahu bahwa kedua mataku buta. Orang tuaku pun sedih bukan
main. Putri satu-satunya tercinta, kini kehilangan semua indra penglihatannya. Tim dokter mengatakan,
didalam mataku terdapat benda asing yang masuk, sehingga menginfeksi mataku. Kejadian yang aku alami ini bukan
kesalahan pihak medis, melainkan suatu musibah yang tidak diinginkan.
Mengetahui
kenyataan bahwa aku adalah seorang tunanetra hatiku merasa sakit. Namun ada
sedikit rasa ikhlas karena tujuanku sebelumnya yaitu untuk menolong kekasih
tercintaku “Bima”. Diranjang pesakitan, aku ditemani orang tuaku. Ada juga bi
Siti yang setia dan mendo’akan aku. Dalam gelap ini,aku hanya membayangkan
senyuman Bima terakhir kala itu. Didalam bayanganku, gadis manis temannya itu pun
terlintas.
“
Bu, kemana Bima?” Tanya ku pada ibu. Ibuku bertanya lagi pada
Bi Siti.
“
Kemarin waktu neng Dian tidur, mas Bima datang menjenguk eneng.” Kata bi Siti
berbohong. Dalam hati aku merasa curiga karena aku yakin bahwa Bima tidak
pernah menengokku.
Setelah
kedua orang tuaku pergi, aku bertanya dari hati ke hati dengan bi Siti.
“Bi,
katakan jujur padaku, apa yang bibi ketahui tentang Bima?”
“
Maaf neng, bibi tidak tahu!”
“
Aku mohon bi.. katakana apa sebenarnya yang terjadi pada Bima? Aku tahu bibi
menyimpan suatu rahasia. Cepat bi!” aku memaksa bi Siti untuk bercerita. Ia pun
bercerita.
“
Mas Bima berpacaran dengan perempuan lain neng! Dan mereka sejak lama membina
hubungan. Sebelum neng Dian mengenal mas Bima pun mereka sudah berpacaran!”
“
Bibi ini lancang! Bagaimana bibi tahu?”
“
bibi tahu neng! Bibi sudah melihat dengan mata kepala bibi sendiri. Saat bibi
tahu bahwa mas Bima akan mengoperasi bola mata, bibi tahu bahwa itu hanya
kebohongan, sebenarnya mas Bima tidak kenapa-napa!. Malam itu, bibi melihatnya
berjalan menuju kamar neng Dian. Padahal seperti yang neng ketahui bahwa mas
Bima itu buta..! Mas Bima telah menghianati kepercayaan dari neng Dian! Mas
Bima bukan lelaki baik seperti yang neng pikirkan.”
“
Tidak bi! Saya tidak percaya! Sekarang bibi boleh pergi.., biarkan saya
sendiri!”
Semua
ucapan yang ku dengar dari bibi menghancurkan hatiku. Aku berdo’a semoga ucapan
bibi hanya keliru. Bima yang ku puja-puja adalah kekasih terbaik yang ku
miliki. Kepadanyalah ku persembahkan lautan cintaku.
***
Suatu
saat Bima menengokku dirumah sakit. Dia membawakan aku sebuah parcel
buah-buahan. Bima duduk disampingku menunggu aku terbangun. Sambil menungguku,
dia menyiapkan irisan buah-buahan untuk ku makan. Terdengar beberapa kali ada
panggilan masuk dari handphonenya. Menjawab telpon tersebut, terdengar suara
perempuan yang bertanya keberadaan Bima. Bima pun menjawab dengan manis kalau
ia sedang dirumah sakit menengok aku. Aku lalu terbangun.
“
Siapa tadi yang telepon Bim?” tanyaku.
“
Teman.” Jawabnya singkat.“ Bagaimana
keadaannya sekarang?” Bima mencoba mengalihkan pembicaraan.
Tiba-tiba
hendphone Bima berdering lagi. Ia mengangkatnya. Terdengar suara perempuan
memanggil ‘saying’ pada Bima.
Ia
berkata “ Sayang cepat kemari aku terkilir kaki ku sakit. ”
“ Saying,kamu tidak apa-apakan ? Tunggu
sebentar sayang aku akan kesana. Tunggu
ya…!”
Bima
pun meninggalkan aku tanpa sepetah kata pun. Ia terdengar begitu khawatir pada
gadis bernama Anah yang dicintainya. Aku sangat terluka.bi Siti lalu datang
menenangkan aku.
“
Bi, tolong jangan katakan pada kedua orang tuaku, kalau Bima mempunyai
perempuan lain. Aku mohon bi.. “
Sementara
itu Bima mendatangi kediaman Anah. Ternyata Anah tidak terjatuh dari tangga.
Itu hanya rekayasa agar Bima segera datang ketempatnya. Karena Anah telah menyiapkan kejutan ulang tahun
untuk Bima.
Bi
Siti kemudian menceritakan semua tentang
kelicikan Bima. Dengan kedua bola mata yang buta ini aku mengasihani diriku
sendiri. Aku merasa menjadi wanita terbodoh karena mencintai lelaki yang
sebenarnya tidak benar-benar mencintai aku.
“Neng,
sebenarnya mas Bima itu tidak pernah sakit mata atau pun sampai buta.
Sebenarnya mas Bima hanya membodohi neng Dian agar neng Dian rela mendonorkan
Mata eneng. Donor mata eneng sebenarnya untuk kekasih mas Bima, yaitu nona
Anah. Sewaktu mas Bima dirawat dirumah sakit bersama eneng kala itu,
memang benar untuk melakukan proses
operasi. Tapi operasi yang sebenarnya dilakukan yaitu juga operasi pengambilan
bola mata mas Bima yang disebelah kiri.
Baik bola mata eneng maupun mas Bima,Itu semua untuk Anah..!. Nona Anah saat itu mengalami kebutaan
karena sebuah tragedy. Mas Bima saat itu
merasa bersalah karena mas Bimalah yang menyebabkan tragedy itu terjadi. Sebuah
tabrakan. Jadi bertahun-tahun mas Bima membohongi eneng. Dia adalah manusia
egois, dia tidak ingin rugi sedikitpun! Seharusnya Mas bima menerima balasan
yag setimpal atas kelicikannya terhadap eneng!”
***
Cinta.
Aku tidak tahu bagaimana ia datang dalam kehidupanku. Memberikan janji-janji
seindah taman langit. Memberikan madu dan sirup dari surga. Namun yang
sebenarnya cinta telah memberiku segenap ketidakbaikan. Andai waktu bisa
kembali, aku tidak akan mencintai lelaki
sebesar cinta yang kuberikan kepada Bima.kecewa tiada dua! Aku tidak akan
mengulanginya lagi, ini hanya untuk satu kali. Ya Allah izinkan aku mencintaiMu
lebih dari segalanya…amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar