MY LOVE ONLY YOU FOREVER
Hujan
mengguyur malam itu. Gerombolan orang berseragam hitam mengoyak seisi
kontrakanku. Aku tinggal seorang diri. Kedua orangtua ku sudah meninggal. Sejak
usia 5 tahun aku diasuh paman dan bibi.
“Hei!
Siapa kalian..?!!”
Aku menyeru
kepada mereka. Aku berusaha menyelamatkan barang berharga sebisa mungkin. Namun
mereka semakin meronta. Seisi kamarku berantakan!. Tv, lemari, meja, kursi,
computer,vas bunga semuanya menjadi puing, semuanya!.
“ Sudah……!
Jangan lanjutkan lagi! Kalian siapa? Apa salahku?”
Hujan
masih gemerincik. Aku melihat bingkai foto orang tuaku retak di sisi meja yang
patah. Aku berusaha mengambilnya. Namun orang berwajah sangar itu menyerobotnya
dariku. Tanganku berdarah oleh pecahan bingkai, darah mengalir seperti hujan
malam itu yang lebat.
“Kalian
boleh mengambil apapun dariku! Silahkan hancurkan semua! Asal satu tolong
berikan foto orang tuaku!”
Air
mata meleleh tak terbendung. Ingin rasanya ku hunuskan belati pada jantung
mereka sampai tahu betapa pedih perasaanku kala itu. Tapi aku tak kuasa! Bahkan
untuk berdiripun aku tak bisa.
Dari
balik pintu, seorang pria memakai jas kulit buatan designer Louis Vuitton menyeru ; “ berikan foto itu…” katanya.
Ia
didampingi kedua bodyguard sangar memakai seragam sama seperti para pemberontak
itu. Foto orangtuaku pun diberikan padaku. Aku mengharap belas-kasih pada tuan
yang berdiri dihadapanku itu…
Setelah
foto itu diberikan,ku lihati foto orang tuaku lalu aku mendekap foto itu. Aku
ingin bertanya siapa mereka? Tapi tubuhku lemah, aku pun terjatuh dan tak
sadarkan diri. Dalam memoriku , ku simpan data kelam ini. Wajah-wajah itu rapih
tertera dibenakku, kecuali pria yang merupakan dalang peristiwa itu yang aku
tak tahu…
Dalam
ketidaksadaranku, aku berdoa semoga paman dan bibi segera datang menyelamatkan
aku. Namun semua terlambat!. Rupanya setelah pemberontakan itu mereka
mengasingkan aku ke sebuah kota yang tak ku kenal. Aku dibius selama
berhari-hari. Setelah aku sadar, aku telah berada dalam kamar “rumah sakit
jiwa”. Pertama kali ku buka mata ini, hanyalah gelap menyelimuti. Tangan dan
kakiku semua dirantai. Aku menangis, aku meronta, aku menjerit! aku tak tahan
dengan alur cerita yang ku jalani. Siapakah yang menghancurkan hidupku?
3 orang
juru rawat berlarian ke ruanganku. Mereka mencoba menenangkan rasa dendam yeng
membara didadaku.
“Lepaskan!
Lepaskan aku! Aku tidak gila!!! Percayalah aku tidak gila…”
Seorang
perawat mengambil lakban berukuran besar dan menutup mulutku, setelah itu mereka
menyuntikan obat tidur. Setelah aku reda
dan tertidur, mereka meninggalkan aku
dalam suasana temeram yang menakutkan dikamar pesakitan. Aku ingin
pulang…
Percayalah,
sepinya ruangan rumah sakit jiwa seakan ingin membunuhku! Nafas kehidupan yang
masih memihakku seolah berhenti seperti sedang tenggelam. Pernah ku mengira
bahwa hidup yang ku jalani tidak adil. Aku menyalahkan tuan-tuan berduit yang
mampu membeli segalanya termasuk kebebasan ku!.
Hanya
doa yang selalu ku panjatkan. Keyakinan dalam sanubariku berkata “pasti ku
temukan jalan!” jika semua orang tidak percaya pada perkataanku, maka suatu
hari nanti, pasti akan ada salah satu yang mempercayaiku.
Dua bulan berlalu. Tak ada perubahan
signifikan yang ku alami. Semua berjalan seperti pertama kali aku menghuni
tempat ini. Paman dan bibiku mencariku kemana-mana namun hasilnya nihil!.
Akhirnya mereka pasrah. Merekapun menganggapku telah meninggal dunia. Pusara di
samping rumah mereka adalah bukti kepasraan itu…
Bila
malam datang, cahaya bulan dan bintang tembus dari jendela kamar. Ku saksikan
dengan seksama keindahan dunia luar angkasa, sambil ku kenang masa-masa indahku
bersama kekasah, Satria. Senyumannya manis terasa. Tatapan matanya menembus
jiwa. Aku benar-benar rindu pada sosok pemuda tampan nun berwibawa itu.
Dadaku
sesak menahan rindu. Rindu pada Satria, Rindu pada paman dan bibi, rindu pada
dunia bebas!. Kini aku merasa telah kehilangan semuanya. Masa depanku yang dulu
berpengharapan kini redup. Aku bertanya pada Tuhan dalam setiap doa ku, apa
yang Kau rencanakan, padaku? bagaimana ku lalui suratanMu? Inikah syarat dariMu
demi kebahagiaanku? “kuatkan aku, kuatkan!”
Seorang
dokter datang memeriksa keadaanku. Ia terlihat tenang sambil sesekali menatap
bola mataku. Tampaknya ia mendapati raut kesedihan yang terbenam. Perlahan
tangan halusnya membuka lakban dari mulutku...
“Bagaimana
keadaanmu?”
Aku
tak menjawab pertanyaannya. Aku diam seribu bahasa. Yang ada dalam otakku bahwa
mereka menganggapku gila. Lalu ia kembali berkata “bicaralah..”
“Siapa
yang mengirimku kesini? kenapa tidak ada seorang pun percaya aku waras? Apa
salahku sehingga mereka memenjarakan aku ditempat begitu sepi? Bagaimana
keadaan paman dan bibi? Jawab siapa yang mengirimku?”
Dokter
bernama Anastasia berparas cantik itu menelan
ludah. Wajahnya masih tenang. Pertanyaan yang ku lontarkan tidak direspon.
“Apakah
kau tahu aku waras, dokter?”
Untuk
kesekian kalinya ia tidak menjawab. Ia memanggil perawat untuk membuka kaki dan
tanganku yang dirantai. Lalu dokter
Anastasia mengajakku jalan-jalan ke sebuah
taman di areal rumah sakit jiwa tersebut. Aku didorongnya menggunakan kursi
roda.
Ditaman
:
“Anggaplah
aku sebagai kakakmu, yara! Pergilah kau ke Amerika!”
Mendengar
ucapan dokter Anastasia aku kaget. entah apa maksudnya?.
“Biarkan
aku pulang, dokter!” pintaku
“Tidak
mungkin!”
“Kenapa
tidak mungkin? Aku rindu paman dan bibiku!”
“Kau
tidak bisa pulang ke kotamu! Seseorang yang mengirimmu kesini tidak akan
membiarkanmu lolos!”
“Tapi
siapa orang itu?”
“Aku
tidak tahu…”
Lama
aku terdiam. Aku bertanya pada diriku sendiri apa yang mesti ku lakukan? Dokter
Anastasia meyakinkanku bahwa ia ingin menyelamatkan aku…
“Di
Amerika aku mempunyai rumah untuk kau tinggali. Disana kau bisa melanjutkan studymu. Anggaplah aku sebagai kakakmu,
sebagai keluargamu! Aku pun tidak mempunyai keluarga, sama sepertimu!. Hiduplah
menjadi adikku.
Tuhan,
apakah kau mengirim dokter Anastasia sebagai alasanMu atas buah ketabahanku?. Akhirnya
ku terima tawaran dr. Anastasia, ku panggil ia “kakak”. Ia berkata bahwa ia
akan mencari alasan bagaimana aku bisa hilang dari rumah sakit jiwa itu. Aku
pun pergi….
Aku
kuliah di New York Medical Collage. Ini memang permintaan kak Anastasia, namun hal
tersebut juga bagian dari mimpi besarku. Dulu sebelum aku kuliah dengan jurusan
sastra inggris, aku pun menginginkan menjadi dokter. NYMC adalah fakultas
kedokteran yang terletak di Valhalla, New York, 13 miles North of New York
City.
Aku
menjalani rutinitasku sebagai mahasiswa kedokteran di NYMC. Ku habis kan
waktuku untuk belajar menjadi yang terbaik. Kadang disela belajarku wajah
Satria nampak seperti dihadapan. Entah kapan ia dan aku kan bertemu?. Cinta
besar dalam hatiku, kan ku simpan teguh, tak akan ku lupakan, my love only you forever!.
Sementara, ketika aku disibukkan dengan
rutinitasku, Satria belum bisa move on.
Dikamarnya ia membuka cin-cin tunangan yang telah ia persiapkan untukku. Malam
itu seharusnya ia dataang melamarku namun semua kandas. Hujan yang datang serta
penculikan yang terjadi menggagalkan
rencana indah kita.
Satria
terlihat depresi. Ia memegangi kepalanya dengan kedua tangan, sambil berpikir
apa yang harus dilakukannya? Instrument berjudul first love by Hitada Hikaru menemani kesendiriannya. Tak terasa air
mata jatuh diwajahnya, sampai ia tertidur lelap dikamarnya.
Dalam
tidurnya ia bermimpi. Kejadian saat ia meminta doa restu kedua orang tuanya
terulang. Pada saat itu Satria mengutarakan maksudnya bahwa ia akan melamarku.
Ayahnya merespon positive kemauan Satria begitupun dengan ibunya. Ayahnya
Satria (tuan Robert) adalah directur
utama perusahaan besar yang bergerak dalam bidang perbankan
Mimpi itu berakhir dengan perginya aku
ke suatu tempat. Ketika hendak meninggalkannya, ia melihatku bercucuran air
mata sambil menyerahkan secarik kertas bertuliskan “I will come back!”. Lalu Satria terbangun. .
7
tahun berlalu. Antara aku dan Satria sudah bisa menjalani hidup seperti biasa.
Perubahan signifikan terjadi pada kami. Aku menjadi seorang ahli bedah. Dan ia
menjadi business man. Satria mewarisi
perusahaan ayahnya dan kini menjadi orang penting dalam perusahaannya.
Diruang
keluarga
Satria
: “ ayah, kau memanggilku?”
Tuan
Robert : “kemarilah anakku, duduklah”
Satria:
(duduk)
Tuan
Robert : “terimakasih banyak, berkat kerja kerasmu perusahaan kita berkembang
pesat. Kerjasama perusahaan kita dengan perusahaan STAR membuat persahaan kita
naik ke posisi teratas”
Satria
: “saya melakukan apa yang seharusnya saya lakukan sebagai ahli waris perusahaan
ini, ayah.”
Tuan
Robert : “ untuk itu anakku, boleh ayah meminta satu hal lagi?”
Satria
: “silakan ayah”
Tuan
Robert : “menikahlah dengan Abigel!”
Satria
: “apapun keinginan ayah akan ku lakukan!”
Satria
keluar dari ruang keluarga menuju halaman rumah. Hatinya hambar. Ia teringat
akan masa lalu dengan diriku, namun segera ditepisnya. Tiba-tiba handphonenya berdering..,
ia mengangkatnya. Rupanya Abigel yang menelepon. Abigel ingin bertemu dengannya…
15
menit kemudian Abigel datang mengendarai FORD
merahnya. Ia seorang perempuan yang cantik, memiliki kulit putih dan halus,
mata coklat, rambut pirang dan tinggi yang semampai. Abigel telah lama jatuh
cinta pada Satria jauh sebelum satria mencintai aku. Mereka berdua duduk ditaman
pinggir halaman rumah, sambil memandangi bintang-gemintang. Ada kalanya mereka
diam dan tertawa, mereka hanyut dalam malam yang sahdu.
Pukul 23.00
“Pulanglah..,
malam sudah larut..” kata Satria
“Baik,
aku pulang..”
“Terimakasih
telah datang.., terimakasih telah menghiburku!”
Abigel
memandangi wajah tampan satria dengan senyum manis. Ia menatap wajah Satria
selama 5 detik, kemudian ia mencium pipi Satria dengan begitu mesra.
“Aku
akan merindukanmu..” bisik Abigel. Satria membalasnya dengan senyuman.
Malam
bertabur bintang hari itu adalah moment
bahagia bagi Abigel. Pertama kalinya sejak ia jatuh cinta 10 tahun yang lalu
baru kali ini ia dapat menciumnya. Ingin sekali ia flashback mengulang ketika ia menemui wajah satria yang merona. Ia
tersenyum sendiri sambil membayangkan betapa menawannya pujaan hatinya.
Jalanan
menuju rumahnya gelap gulita. Mati lampu semakin menambah parah kegelapan!.
Kucing berkulit hitam keputihan menyebrang jalan. Abigel menginjak pegas
seketika, lalu Ia menjerit. Kepalanya terbentur stir mobil, sedangkan dari arah
depan mobil bak melintas. Abigel berusaha menghindar. Sorot lampu mobil bak
menyilaukan pandangannya. Ia membanting stir ke arah samping, sehingga mobilnya
bergulang-guling. Kucing yang tadi melintas kini bagaikan cincangan daging sapi
yang akan dibuat baso. Sedangkan mobil bak yang tadi datang hanya miring
sedikit, lalu kembali melaju.
Abigel
ditinggal sendiri dalam mobil yang terbalik. Mayat kucing hitam berada tepat
disisi mobil dengan mata terbelalak. Pukul 02.00 hujan turun. Darah kucing
beserta bangkainya menepi. Tak ada kendaraan satu pun melintas. Ayahnya Abigel
menelepon Satria, mereka curiga terjadi sesuatu pada Abigel. Para bodyguard
dikerahkan…
Satria
mengendarai mobilnya sendiri. Ia yang pertama kali yang menemukan jejak Abigel.
Potongan kaki kucing yang ia temukan dijalan
menjadi pertanda adanya suatu hal
buruk, ia pun turun dari mobilnya. Dengan lampu senter ia menyoroti jalanan. Ia
menemukan mobil Abigel. Selang beberapa waktu kemudian, ayahnya Abigel beserta
para bodyguard datang, mereka membawa Abigel ke Rumah sakit.
Cedera yang dialami Abigel cukup parah.
Pendarahan dari kepalanya terus mengalir. Abigel mengalami syok berat. Dokter
terbaik dikerahkan untuk menyelamatkan Abigel. Ada luka bakar dibeberapa bagian
tubuhnya bahkan diwajah cantiknya. Kalau saja hujan malam itu tak datang,
mungkin abigel sudah hangus seperti kayu dalam tungku.
Sementara
itu kak Anastasia jatuh sakit. Aku begitu khawatir padanya, maka ku putuskan
untuk kembali ke Indonesia, gelar sebagai ahli bedah yang ku peroleh dari NYMC
menjadikan aku sebagai seseorang yang mampu mensejajarkan diri dengan kalangan
atas.
Sesampainya
aku di Indonesia, aku pulang ke rumah kak Anastasia. Menurut pembantu, kak
Anastasia dirawat dirumah sakit. Ada tumor dipayudarannya. Aku pun menjenguk kak Anastasia. Setelah itu
aku pergi mengunjungi paman dan bibi.
Aku mendatangi kediamannya. Sebelum aku sampai, ada sebuah keributan di sebuah pasar di dekat rumah mereka. Aku
pun membuka kaca jendela mobil, rupanya paman dan bibi yang sedang berseteru
dengan salah seorang pelanggannya.
Ku
pandangi wajah mereka yang menua. Ada garis dimatanya dan rambutnya mulai
memutih. Aku menangis. Sudah lama aku menahan gejolak rindu. Ingin ku hampiri
mereka dan ku ceritakan tentang
kehidupan yang telah ku jalani. Aku berjalan pelan sambil ku tatap
wajahnya. Bola mataku berkaca-kaca hampir tumpah, sebelum akhirnya ku seka
dengan sapu tanganku….
Perubahan
3600 dariku membuat mereka tidak mengenalku sama sekali. Bibi
menawariku beberapa sayuran segar yang baru datang dari tengkulak. Ku
pilih-pilih sayuran tersebut. Air mataku tidak sanggup ku kompromi sehingga ia
jatuh menitik ditanganku. Bibi memperhatikanku dengan seksama.
“Kau
menangis,nona? ” tanya bibi. Aku menggeleng kepala. Bibi terus mengajakku
bicara sehingga aku terlihat seperti seorang anak kecil kehilangan ibunya di
pasar.
“Ada
apa? Nona…,nona…?” tanya bibi lagi. Ku beranikan diri untuk menatap mata bibi,
ia pun membalas tatapanku. Air mataku mengalir. Dengan nada terbata-bata ku
sebut ia “bi..bi..”. Bibiku tercengang.
Ia mulai merasakan geteran dihatiku. Diselidikinya leherku, dan telah ia
temukan tahi lalat itu. Dengan nada tak percaya bibi menyebut namaku…
“Ya..ra.., kau kah Yara?” ucap bibi. Aku
mengangguk.
Kemudian bibi dan paman membawaku pulang
ke rumah. Rumah yang dulu terasa tak asing bagiku. Foto masa SMA bersama mereka
masih terpajang diberanda rumah. Bibi menceritakan pencariannya hingga ia
mengikhlaskan kepergianku. Dari jendela ia tunjukan pusaraku yang kini telah
ditumbuhi bunga-bunga
Seminggu
sudah aku di Indonesia. Tumor payudara kak Anastasia telah diangkat. Kak
Anastasia memberitahu ku agar tetap berhati-hati terhadap orang-orang yang dulu
menganiayaku. Aku menuruti nasihatnya. Pada suatu hari aku bertemu dengan
seorang kepala rumah sakit elit di daerah Jakarta. Ia memintaku untuk menangani
seorang pasien yang koma akibat kecelakaan. Pasien itu bernama Abigel.
Hari
pertama aku bekerja semua pegawai medis menyapaku dengan senyum ramah. Mereka
memanggilku dokter Florance. Ketika ku temui Abigel yang terbaring koma, disitu
ada Satria. Satria menggenggam tangan Abigel begitu erat seakan ia tak ingin
melepaskannya. Aku cemburu.
Satria
menunggu Abigel dari pagi hingga menjelang malam. Ku perhatikan dalam sorot
matanya ada cinta yang bersemi. Aku hanya ingin melihatnya bahagia, itu saja.
Melihat cinta dimata Satria, aku ingin bekerja keras demi kesembuhan Abigal.
Meski ia tidak akan menjadi bagian sakral dalam hidupku, tapi cintanya selalu
hidup dihatiku.
Aku
pun berhasil. Pengobatan yang ku lakukan pada Abigel ternyata sukses. Abigel
kembali seperti sedia kala. Aku tidak mengharapkan apapun kecuali kebahagiaan
mereka. Perasaan tulus yang ku miliki untuk Satriaku terasa indah…
Setelah
Abigel dinyatakan sembuh, mereka mengadakan pesta pernikahan. Satria datang ke
rumah bibi dan paman untuk mengundang mereka dalam hajat besarnya. Pernikahan
ini akan menjadi perhelatan akbar yang akan berkesan untuk semua kalangan
masyarakat.
Ku
hadiri pesta tersebut. Ku lihat mereka duduk dikursi pelaminan. Gaun pengantin
yang dikenakan Abigel persis seperti gaun yang selama ini ku impikan. Impian
setiap wanita adalah memakai gaun penggantin dan bersanding dengan sang si
jantung hati.
Aku
hanya ingin mereka menjadi keluarga sakinah, mawadah, warohmah. Bukankah jodoh
kita sudah tertulis di lauful mahfud?
Aku perrcaya Allah akan menyandingkan ku dengan
lelaki baik pilihan hati.Insyallah..
Acara
dimulai dengan pembukaan dari seorang pembawa acara terkenal. Semua tamu
undangan duduk menghadap stage. Para
pelayan dari gedung megah tersebut membawakan hidangan pembuka. Kami menikmati
acara sambil makan malam. Setelah itu mempelai menyanyikan lagu romantic, kami
bahagia melihat mereka …
Selanjutnya
Abigel meraih mikrofon dari sang pembawa acara, ia berkata ;
“Kepada
dokter florance, disilahkan untuk menyanyikan sebuah lagu…! ”
Tepuk
tangan bergemuruh. Aku tersipu malu. Sungguh aku tidak bisa bernyanyi. Aku
tersenyum, aku merasa mereka berharap padaku untuk mempersembahkan sebuah lagu.
Akh..
“Apa yang harus aku lakukan?” tanyaku dalam
hati.
Ketika
melihat piano, akhirnya ku putuskan untuk memainkan instrument berjudul first love by Hitada Hikaru yang selama
ini menemani ku sebelum tidur.Aku pun menekan tunes piano dengan lihai. Selama 7 tahun pula lagu tersebut membawaku nostalgia masa lalu
bersama Satria. Satira pun terkesima.
Dalam
ingatan Satria, ia terkenang akan diriku. Instrument dari Hitada Hikaru
merupakan lagu kesukaan kita berdua, yang menjadi saksi kelabu perjalanan cinta
yang mengabu!. Matanya melirik kearahku tajam. Ia memperhatikan penampilanku
dari atas hingga bawah, ia mulai berfikir akan sosok dokter florance yang
sebenarnya adalah cinta pertamanya yaitu aku. Ia semakain tajam melihatku, air
matanya berlinang.
Mulai
dari tahi lalai dileherku, suaraku, tatapan mataku dan jas dokter yang ku
gantung dirumah bibi pun menjadi tanda tanya besar baginya. Senyumanku kini
memenuhi seluruh ruang dibenaknya. Irama piano mengalun indah seindah kenangan
kita. Mata kita beradu jadi satu. Dari balik pintu gedung tersebut seseorang
memperhatikan aku dan Satria. Ketika aku mencoba memberikan senyuman termanisku
pada kedua mempelai, tiba-tiba..
“DORRRRRRR…..!!!!!”
Peluru
menikam dadaku. Semua orang berhamburan. Air mata Satria tumpah. Ia berlari
kearahku, lalu menyangga tubuhku yang berlumuran darah…
Inikah akhir kisahku? Mencintai Saria
adalah bagian terindah dalam hidup. Bukankah setiap pecinta ingin memiliki
orang yang dicintai? Kepergianku, pengorbananku, perjuanganku, harapanku,
impianku adalah karena satu alasan yaitu AKU CINTA KAMU. Biarlah ku abadikan
cinta ini hingga ku temukan cinta abadi disurga nanti…my love only you forever!
Note
: salah seorang bodyguard ayahnya Satria yang menembaknya. Ayahnya Satria
begitu kaget setelah mengetahui bahwa penembaknya adalah salah seorang anak
buahnya yang dulu terlibat dalam penyekapan Yara. Atas kejadian tersebut
terkuaklah semua kejahatannya kepada Yara selama bertahun-tahun. Betapa terluka
hati Satria mengetahui bahwa selama 7 tahun ayahnya membohongi dirinya dan
menyiksa batinnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar