BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
praktek tradisional hidup
ditengah-tengah masyarakat, tumbuh bersama masyarakat itu sendiri dan menjadi bagian hidup dari masyarakat terutama
dipedesaan
Keberadaan praktek tradisional dalam
kehidupan masyarakat pedesaan adalah suatu kenisbian dimana masyarakat biasa
mengatasi masalah-masalah kesehataannya
dengan bertumpu pada kebiasaan/ adat istiadat yang ada yang dalam perjalanannya dianggap mampu. Sulianti Saloso (1994),
mengungkapkan bahwa 2,5% penduduk
perkotaan dan 10-16% penduduk pedesaan di Jawa
meminta pertolongan dukun bila sakit dan diluar jawa sekitar 37%.
Dalam perkembangan tekhnologi yang
ada, dimana masyarakat mulai
tersentuh dengan moderenisasi rupanya keberadaan praktek tradisioal masih hidup bahkan bertambah subur. Menurut
penelitian Fauzi M (Badan Litbangkes,1978), menemukan bahwa kenyatan kemajuan
ilmu dan tekhnologi kedokteran belum sepenuhnya mampu mengatasi semua masalah
kesehatan dan jangkauannya masih terbatas.
Dengan berbagai sebab praktek tradisional alternative ini makin eksis dan memerlukan regulasi yang ade kuat sehingga
bisa lebih aman dan bermanfaat
Paktek tradisional di pedesaan cukup
banyak sehingga tidak mengherankan bila
terdapat bermacam-macam pengobatan tradisional diantaranya : dukun beranak, sangkal putung, gurah cantuk,
tukang gigi, prana, tukan pijat akupuntur dll.
Tindakan-tindakan merugikan
masyarakat dari pelaku praktek tradisional memerlukan adanya regulasi dan
pembinaan , edukasi dan management yang baik
sangat diperlukan demi keamanan dan manfaatnya bagi masyarakat.
B.
Rumusan
masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan pengertian
praktek tradisional
?
2. Apa saja keuntungan dan kerugian dalam praktek
tradisional?
3.
Bagaimana sikap bidan
menghadapi praktek tradisional?
4.
Apakah ada Undang-Undang
yang mengatur praktek tradisional?
C.
Tujuan
1. Mengetahui pengertian praktek tradisional.
2. Mengetahui keuntungan dan kerugian dalam praktek
tradisional.
3. Mengetahui sikap bidan dalam menghadapi praktek
tradisional yang ada pada masyarakat.
4. Mengetahui undang-undang yang mengatur praktek
tradisional.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Praktek yaitu 1. melaksanakan
sesuatu secara nyata seperti apa yang disebutkan dalam teori, 2. Menjalankan
pekerjaan. Tradisional yaitu berasal dari kata tradisi (bahasa latin :
tradition, diteruskan) atau kebiasaan,
dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan
sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat.
Praktek
tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara, obat, dan
pengobatannya yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun dan
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.undang-undang
RI No 23 tahun 1992 tentang
kesehatan pasal 1 ayat 1 disebutkan
bahwa : “Pengobatan tradisional merupakan
salah satu upaya pengobatan dan atau perawatan cara lain diluar ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan”
B. Contoh
praktek tradisional
a) Dukun
beranak
Dukun beranak adalah seorang anggota masyarakat, pada umumnya seorang
wanita yang mendapat kepercayaan serta
memiliki ketrampilan menolong persalinan secara tradisional dan memperoleh ketrampilan tersebut dengan cara turun
temurun, belajar secara praktis atau cara lain yang menjurus kearah peningkatan ketrampilan tersebut serta
melalui petugas kesehatan.
Dukun beranak juga dianggap sebagai orang yang terampil dan dipercaya
masyarakat untuk menolong persalinan dan perawatan ibu dan anak sesuai
kebutuhan masyarakat. Anggapan dan kepercayaan masyarakat terhadap ketrampilan
dukun beranak terkait dengan kebudayaan masyarakat disekitarnya. Sehingga dukun
beranak diperlukan sebagai penolong persalinan.
Dukun bayi di Indonesia masih mempunyai peran yang penting karena
sekitar 70% pertolongan persalinan masih dilakukan oleh mereka. Kebijaksanaan
menempatkan bidan didesa sejak tahun 1989/1990 belum serta merta mengalihkan pola penolong persalinan tersebut
karena factor yang berpengaruh, termasuk factor kebudayaan.
Kebiasaan, kebudayaan rupanya menjadi alasan untuk tetap berlangsungnya
hubungan ibu-dukun beranak ini. Sehingga sering terjadi tindakan-tindakan yang
dilakukan dukun beranak ini di luar kemampuannya tanpa ada upaya perlawanan
dari pihak ibu yang seringkali berakibaat fatal. Pengguguran kandungan adalah
salah satu contoh kasus yang nyata.
b) Sangkal
putung
Sangkal putung merupakan pengobatan alternative menyambungkan tulang
secara alami dan tanpa operasi, sangkal putung telah ada sejak zaman nenek moyang kita, secara turun-temurun
diwariskan oleh anak-cucunya.
Seorang pangkal putung didesa nganto kecamatan Gubuk
memiliki fasilitas “rawat inap” yang memiliki sampai 14 orang penderita yang
mondok ditempat prakteknya, mereka tidur dilantai beberapa terpasang kateter
dan selang infuse.
c) Gurah
Gurah yaitu suatu cara pengobatan tradisional yang fungsinya untuk membersihkan dan mengeluarkan lender dalam
tubuh menggunakan ramuan herbal.
Dalam perkembangannya, herbal yang digunakan tidak melulu daun
srigunggu. Beberapa terapis menggunakan jenis dedaunan dari tumbuhan berkhasiat
lainnya, bahkan ada yang menggunakan bumbu-bumbu dapur seperti cabe dan kunyit.
Tujuannya juga mengalami perkembanngan, dari yang semula untuk
membersihkan tenggorokan kini semua organ yang menghasilkan lendir bisa
dibersihkan.
d) Chantuk
Chantuk yaitu metode pengobatan dengan cara mengeluarkan darah statis
yang mengandung toksin dari dalam tubuh manusia. Bercantuk dengan
cara melakukan pemvakuman di kulit dan pengeluaran darah darinya. Pengertian
ini mencakup dua mekanisme pokok dari chantuk, yaitu proses pemvakuman kulit dilanjutkan dengan pengeluaran darah
dari kulit yang telah divakum sebelumnya.
e) Tukang gigi
Guna
melindungi masyarakat dari pelayanan kedokteran yang tidak sesuai dengan
standard, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)
No.1871/MENKES/PER/IX/2011 tentang Pencabutan Permenkes sebelumnya
No.339/MENKES/PER/V/1989 yang mengatur kewenangan, larangan serta perizinan
tukang gigi. Permenkes No.1871/MENKES/PER/IX/2011 mengatur para tukang
gigi yang terdaftar dan memiliki izin sejak 1953. Kemenkes tidak menerbitkan
izin baru sejak tahun 1969, serta pembaharuan izin hanya dapat diperpanjang
hingga yang bersangkutan berusia 65 tahun. Dengan demikian, sebetulnya
pekerjaan tukang gigi secara alamiah sudah sepuh, tidak bisa lagi melakukan hal
tersebut.
Dijelaskan,
pendaftaran dan perizinan praktik tukang gigi diatur pada Permenkes No.
53/DPK/I/K/1969, karena pada masa itu, jumlah dokter gigi dan penyebarannya
belum banyak. Namun, upaya penertiban dan pengawasan tukang gigi mulai
dilakukan seiring
terbitnya Permenkes No.339/MENKES/PER/V/1989, 23 tahun lalu. Permenkes
ini mengatur kewenangan, larangan dan perizinan tukang gigi.
f. Prana
terbitnya Permenkes No.339/MENKES/PER/V/1989, 23 tahun lalu. Permenkes
ini mengatur kewenangan, larangan dan perizinan tukang gigi.
f. Prana
Prana adalah bahasa sansekerta yang berarti energy vital atau daya hidup
yang memberikan kehidupan bagi seluruh alam semesta termasuk kehidupan manusia.
Prana adalah universal di China disebut “Chi,” di Jepang disebut “Ki”, di
Yunani disebut Pneuma di Polinesia “Mana.” Yang kesemuanya berarti “nafas
kehidupan”
Penyembuhan dengan prana
didasarkan atas struktur keseluruhan tubuh manusia.
Tubuh seseorang sebenarnya terdiri dari dua bagian tubuh fisik dan tubuh energi. Tubuh
fisik dapat dilihat, disentuh
dan paling kita kenal, sedangkan tubuh energi tak tampak mata yang disebut
sebagai tubuh bioplasmik. Tubuh
bioplasmik merupakan tubuh energi bercahaya yang tidak tampak dan meliputi
serta merembes kedalam tubuh fisik,
meluas empat atau lima inci oplasmik yang tubuh
eterik atau eterik ganda.
Penyembuhan pranik
atau penyembuhan dengan prana
merupakan pengetahuan dan seni penyembuhan kuno yang menggunakan prana atau ki
atau energi vital untuk menyembuhkan tubuh fisik dengan melibatkan manipulasi
ki dan bahan bioplasmik tubuh penderita. Cara penyembuhan ini sering pula
disebut penyembuhan psikis, penyembuhan magnetik, penyembuhan kepercayaan, penyembuhan
ki, penyembuhan vitalik, peletakan tangan, sentuhan terapeutik, dan penyembuhan
karismatik.
Apa itu Penyembuhan Prana
Penyembuhan Prana, suatu metode peyembuhan yang
dikembangkan oleh Mr. Choa Kok Sui adalah suatu ilmu, seni dan teknologi penyembuhan,
yang memanfaatkan Prana untuk menyembuhkan tubuh manusia, dengan dilandasi
konsep adanya perpindahan energi Prana dari seorang praktisi ke tubuh pasien.
Penyembuhan dengan prana didasarkan atas struktur
keseluruhan tubuh manusia. Tubuh seseorang sebenarnya terdiri dari dua
bagian tubuh fisik dan tubuh
energi. Tubuh fisik
dapat dilihat, disentuh dan paling kita kenal, sedangkan tubuh energi tak
tampak mata yang disebut sebagai tubuh
bioplasmik. Tubuh bioplasmik merupakan tubuh energi bercahaya yang
tidak tampak dan meliputi serta merembes kedalam
tubuh fisik, meluas empat atau lima inci oplasmik yang tubuh eterik atau eterik
ganda.
Penyembuhan pranik
atau penyembuhan dengan prana
merupakan pengetahuan dan seni penyembuhan kuno yang menggunakan prana atau ki
atau energi vital untuk menyembuhkan tubuh fisik dengan melibatkan manipulasi
ki dan bahan bioplasmik tubuh penderita. Cara penyembuhan ini sering pula
disebut penyembuhan psikis, penyembuhan magnetik, penyembuhan kepercayaan, penyembuhan
ki, penyembuhan vitalik, peletakan tangan, sentuhan terapeutik, dan penyembuhan
karismatik.
Penyembuhan Prana bukanlah penyembuhan alternatif,
karena tidak dimaksudkan menggantikan penyembuhan medis, melainkan lebih untuk
melengkapinya. Karena itu lebih tepat dikatakan sebagai Penyembuhan
Komplementer. Selama proses Penyembuhan Prana metodeMr. Choa Kok Sui seorang
praktisi tidak menyentuh tubuh pasien dan tanpa memberikan obat ataupun ramuan.
Penyembuhan Prana berlangsung di tubuh energi pasien.
Pada umumnya penyakit terlebih dahulu timbul pada tubuh energi, sebelum
bermanifestasi ke tubuh fisik pasien. Seorang praktisi Prana melalui
penelusuran dapat mengetahui tubuh pasien akan terkena penyakit sebelum pasien
menyadarinya, sehingga Penyembuhan Prana juga merupakan sebuah Penyembuhan
Preventif.
Dua Prinsip :
Pada
penyembuhan dengan prana terdapat dua prinsip dasar, yakni: 1. membersihkan
(dengan sweeping atau penyapuan) dan 2.
memberi energi pada tubuh
bioplasmik penderita dengan prana atau energi vital. Penyembuhan dicapai
dengan membersihkan atau
menghilangkan bahan bioplasmik berpenyakit (limbah bioplasmik) dari chakra yang
terganggu dan organ yang sakit, kemudian memberi energi pada chakra yang
terganggu dan organ yang sakit tersebut dengan prana atau energi vital yang
cukup.
Pembersihan limbah bioplasmik diperlukan untuk
mempermudah penyerapan prana atau ki oleh bagian yang terganggu.
Pemberian energi tanpa didahului dengan pembersihan bagian yang dirawat
seibarat menuang kopi segar kedalam cangkir yang telah berisi kopi basi.
Cara seperti ini lambat dan boros. Prana segar tidak dapat mengalir
dengan budah kedalam bagian yang sakit karena bagian itu terisi bahan bioplasmik
berpenyakit dan saluran bioplasmik tertutup. Prana segar yang
diproyeksikan juga tidak sepenuhnya diserap oleh bagian yang dirawat, oleh
karena itu kemungkinan besar penyakitnya akaan kambuh dengan segera atau dalam
waktu dekat.
f) Akupuntur
Akupuntur adalah metode pengobatan yang mendorong tubuh untuk
meningkatkan kesehatan dan mengurangi rasa sakit dan penderitaan. Hal ini
dilakukan dengan menusukan jarum dan menerapkan panas atau stimulasi listrik
pada titik-titik akupuntur yang tepat
D. Keuntungan
dan kerugian praktek tradisional
1. Keuntungan
praktek tradisional:
a) Lebih
murah biayanya.
b) Menguasai
adat dan tradisi masyarakat.
c) Masyarakat lebih bisa menerimanya.(
masyarakat kebayakan lebih percaya kepada dukun bayi yang menggunakan cara
tradisional daripada seorang bidan yang sudah berpengalaman)
2. Kerugian praktek tradisional:
a) Menggunakan
cara-cara tradisional yang diwariskan secara turun temurun.
b) Pengetahuan dan pengalaman tenaga
kerjanya masih kurang.
c) Alat-alat yang digunakan kebayakan
masih sederhana(alamiah)/tidak steril sehingga memungkinkan terjadinya infeksi.
E. Sikap bidan
1. Advokasi dan strategi pemberdayaan
wanita dalam mempromosikan hak-haknya yang diperlukan untuk mencapai kesehatan
yang optimal (kesetaraan dalam memperoleh pelayanan kebidanan)
2. Advokasi bagi wanita agar bersalin
dengan aman.
Memberikan saran kepada ibu yang
akan melahirkan agar bersalin di tempat yang menjamin keselamatan dirinya dan
juga bayi yang akan dilahirkannya nanti. Menyarankan untuk melahirkan di klinik
bidan atau rumah sakit, jangan di tempat dukun atau tempat yang tidak menjamin
keselamatan dirinya.
3. Berpegang teguh pada filosofi, etika
profesi dan aspek legal.
filosofi :sesuatu yang bisa memberikan gambaran dan berperan sebagai dasar untuk memberikan informasi dan meningkatkan praktik profesional.
filosofi :sesuatu yang bisa memberikan gambaran dan berperan sebagai dasar untuk memberikan informasi dan meningkatkan praktik profesional.
4. Senantiasa mengikuti perkembangan
pengetahuan dan keterampilan mutakhir.
5.
Bidan harus berpikir statis (berkembang) mengikuti
perkembangan IPTEK, jangan cenderung monoton kepada teori yang sudah ada,
padahal teori kebidanan di setiap tahun itu bisa berubah-ubah.
6. Menghargai budaya setempat
sehubungan dengan praktik kesehatan, kehamilan, kelahiran, periode pasca
persalinan, bayi baru lahir dan anak.
7.
Dalam hal ini bidan dalam melakukan tindakan perlu mengkaji
keadaan lingkungan itu seperti apa, dapat memposisikan diri di lingkungan
dengan baik, serta menyesuaikan dengan adat budaya yang ada.
8. Menggunakan model kemitraan dalam
bekerja sama dengan kaum wanita/ibu agar mereka dapat menentukan pilihan yang
telah diinformasikan tentang semua aspek asuhan, meminta persetujuan secara
tertulis supaya mereka bertanggung jawab atas kesehatannya sendiri.
Bidan menjalin kerjasama yang baik dengan kaum ibu dalam penanganan masalah yang ada pada ibu sesuai dengan apa yang sudah disarankan oleh bidan (saling bertukar pikiran). Bidan juga harus meminta persetujuan secara tertulis,supaya dalam prakteknya nanti apabila terjadi kesalahan tidak menjadi tanggungan bidan seutuhnya.
Bidan menjalin kerjasama yang baik dengan kaum ibu dalam penanganan masalah yang ada pada ibu sesuai dengan apa yang sudah disarankan oleh bidan (saling bertukar pikiran). Bidan juga harus meminta persetujuan secara tertulis,supaya dalam prakteknya nanti apabila terjadi kesalahan tidak menjadi tanggungan bidan seutuhnya.
F. Undang
undang yang mengatur praktek tradisional
1. Ada regulasi yang menyebut tentang pengobatan tradisional dukun beranak
yang kedudukannya cukup kuat (UUD 1945 yang diperbaharui dan dipertahankan
Undang-Undang RI No 23 tentang Kesehatan) namun tidak mengatur tentang hak,
kewajibaan dan Sanksi ; sedangkan regulasi yang mengatur tentang hak, kewajiban dan
sanksi ada tapi kedudukannya tidak kuat
( kepmenkes RI Nomor 1076/MENKES/V/2003) tentang peneylenggaraan pengobatan
Tradisional. Sedangkan regulasi yang tidak mengatur pengobatan tradisional
dukun tetapi mengenalnya ( Undng Undang RI No 29 tahun 2004 tentang praktek
kedokteran) bersifat melarang lex specialis lex derogate maka praktek
pengobatan tradisional tidak berlaku.
2. Pengobat
tradisional diatur dalam uu No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).
Pasal 1 angka 16 UU Kesehatan menetapkan bahwa pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/ perawatan dengan cara daan obat yang
mengacu pada pengalaman dan ketrampilan turun temurun secara empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan dan iterapkan sesuai dengan norma yang berlaku
dimasyarakat
3. Hubungan
hukum antara pasien dan pengobat tradisional adalah hubungan hukum antara konsumen dan penyedia jasa, sebagaimana
diatur dalam (UU No 8 tahun 1999 tentag perlindungan konsumen ). Dalam pasal 1 angka 1 UU disebutkan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan. Sedangkan pelaku usaha addalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
Negara Republik Indonesia.
4. Dalam
pasal 58 UU Kesehataan disebutkan, “
setiap orang berhak menuntut ganti rugi
terhadap seseorang , tenaga kesehatan, dan atau
penyelnggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat
kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya”
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hukum kesehatan selama ini
hanya mengatur hubungan antara perilaku pengobatan modern (dokter) dan pasien
atau Rumah Sakit. Namun di lapangan sangat banyak pelaksanaan pengobatan tradisional yang seolah sama sekali tidak tersentuh oleh
hukum padahal pengguna jasa pengobatan tradisional ini banyak dan pelaku pengobatan tradisional ini tidaklah
sedikit.
B.
Saran
1.
Perlu adanya
pembinaan dan penngawasan yang intensif bagi dukun beranak.
2.
Perlu adanya
regulasi yang tegas sehubungan praktek pengobatan tradisional untuk melindungi
masyarakat pengguna jasa dan pelaku
praktek pengobatan tradisional itu sendiri
3.
Regulasi yang dibutuhkan bagi pengobatan tradisional
adalah meliputi peraturan baik itu terhadap sumber daya manusianya, cara,
instrument maupun tempatnya dan menejemen.
4.
Regulasi
hendaknya tidak hanya mengatur tetapi juga membina, mengawasi, dan mendidik
pelaku praktek tradisional
5.
Pemerintah
hendaknya memperhatikan pengobatan
tradisional karena masih banyak
penggunanya yang akan berimbas pada kesehatan masyarakat
6.
Masyarakat perlu
mendapatkan pendidikan kesehatan reproduksi agar lebih bisa berdaya dalam
memilih penolong persalinan.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Adisasmito,Wiku Sistem Kesehatan (Jakarta, PT
RajaGrafindo Perkasa,2007)
2.
Darsono, Soenaryo, Eka, Hukum Kesehatan dan kedokteran
( Semarang: bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Diponogoro,2004)
3.
Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pembinaan
Kesehatan Masyarakat Direktorat bina Kesehatan Keluarga, Buku Pintar Dukun Jakarta
:1994
4.
Budiono B, Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat
(Semarang
Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Diponogoro,2000)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar