Waktu itu di Taiwan, semilir angin
musim gugur bagaikan sekumpulan lagu melankolis menumpahkan sejuta rasa. Kangen
yang menjelma umpama seorang anak yang menangis meminta ice cream.
Disaat itu puisiku menari, dengan
lincah tangannya bergeol seakan tak habis kata-kata.
Seratus puisiku membeku didalam buku
usang berlatar biru. Kini ia kembali ku buka. kenangan di formosa membekas di
ingatan. puisi yang sempat dimuat di majalah-majalah taiwan atas nama Alya
Dwipa, kini menjadi lelucon dalam tidur ku.
3 tahun yang lama kala itu, hobby ku
selain menulis yaitu mencopot kalender cina setiap hari, satu per satu.
dibelakang kertas tersebut, sambil duduk menyiapkan spuit, insulin dan tensi meter
untuk amah, ku tulis puisi.
Kubaca lagi halaman berikutnya dari
buku usang berlatar biru, ada perhitungan aneh yang pernah ku buat. disitu
tertulis biyaya kuliah per enam bulan yang terdiri dari biyaya persemester,
kost, makan, pulsa dan biyaya tak terduga, totalnya yaitu 16.000.000.
Bukankah ini adalah pemikiran awam. Ya karna ternyata tak semurah itu....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar